Najmulhayah's Blog

Ikhwan Juga Manusia..

Posted on: Januari 12, 2013

buat blog1

Mengapa harus kata jatuh yang berada di depan kata cinta?

Apakah cinta memang identik dengan musibah dan malapetaka?

Mengapa harus kata mati yang berada di belakang kata cinta?

Apakah cinta memang selalu menghadirkan segumpal lara dan setetes air mata?

Sepenggal sajak yang saya baca dari buku mba Asma Nadia ini, sungguh menggelitik fikiran saya, “benar juga” batin saya dalam hati. Saya pun teringat dengan sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Tangga berjudul “Cinta Tak Mungkin Berhenti”, bait pertama dari lagu tersebut, memiliki makna yang pesis sama dengan kalimat di atas..

Tak ada kisah tentang cinta, yang bisa terhindar, dari air mata…”

Memang, tak bisa dipungkiri dan saya yakin sekali, hampir semua orang pernah meneteskan air mata karena alasan cinta (air mata kesedihan tentunya, air mata bahagia beda lagi ceritanya J ), baik laki-laki maupun perempuan, baik seorang selebritis papan atas dengan wajah dan rambutnya yang menawan, maupun muslimah yang bahkan selalu memakai cadar. Saya yakin semuanya pernah meneteskan air mata karena alasan cinta, walaupun hanya sekali dalam hidupnya.

Saya tertegun membaca salah satu kisah cinta yang tertulis dalam buku “La Tahzan for Broken Hearted Muslimah” karangannya mba Asma Nadia, kisah itu sangat mirip sekali dengan 3 kisah yang juga pernah saya dengar ceritanya dari beberapa teman saya, kisah yang sungguh membuat saya miris mendengarnya.

Berkisah tentang seorang akhwat dan ikhwan yang saling tertarik dan ingin menghalalkan hubungannya dengan jenjang pernikahan, namun 3 kisah itu memiliki permasalahan yang sama (setidaknya menurut saya), mereka menjalani proses ta’aruf yang sedikit lebih lama dari biasanya…

Saat akhwat pertama mengetahui bahwa ikhwan yang ternyata juga diam-diam ia kagumi akan menikahinya, ia begitu bahagia, perkenalan demi perkenalan pun terjadi. Bahkan sudah melibatkan orang tua. Walaupun keduanya masih sama-sama kuliah, namun keduanya mantap untuk meresmikan hubungan mereka dengan ikatan suci itu.

Keadaan yang sama-sama belum mapan pun bukan menjadi halangan bagi kesungguhan niat mereka. Mereka ingin Allah meridhoi hubungan mereka.

Namun ternyata, kesungguhan itu belum sepenuhnya sekuat karang, ia hancur karena kikisan air laut. Ketika akhirnya hati dan fikiran pun berubah dengan seketika. Karena tugas kuliah, mereka  diharuskan berpisah sekitar 1 bulan lamanya. Proses ta’aruf pun tertunda. Dalam waktu tersebut, ternyata sang ikhwan bertemu dengan akhwat lain yang juga sangat memikat hatinya. Akhirnya mereka memutuskan untuk menikah, seolah-olah tidak ada yang terjadi sebelumnya.

Akhwat pertama ini hanya bisa terbingung-bingung karena proses ta’arufnya yang harus berhenti secara sepihak. Sedih sudah pasti.. Karena impian yang sudah ia bangun harus hancur dengan seketika.

Begitu pun dengan kisah yang kedua. Ketika sang akhwat dan sang ikhwan tidak bisa menghindari rasa cinta yang tumbuh diantara mereka yang terlahir secara prematur, membuat mereka diliputi kegundahan dan kebingungan. Mereka yang memiliki amanah di tempat yang sama, dengan interaksi yang cukup intens, membuat mereka akhirnya menyadari bahwa keduanya saling mengagumi. Keinginan untuk mewujudkan sebuah pernikahan dan menjadikan hubungan itu menjadi halal pun terus memenuhi pikiran mereka.

Namun berbeda dengan kasus yang pertama, keinginan mereka terbentur oleh satu kata yaitu “Kesiapan”. Sang ikhwan belum merasa cukup siap dan mapan untuk menghidupi istri dan keluarganya, ia ingin bisa menikah ketika memang benar2 sudah bisa berpenghasilan sendiri, karena memang keduanya juga masih kuliah.

Akhirnya keinginan itu pun terpendam, karena memang tidak ada istilah “menunggu” dalam islam, akhirnya mereka berpisah secara baik-baik. Mereka mengembalikan semuanya pada Allah, kalau jodoh ga akan lari kemana.

Beberapa tahun pun berlalu, sudah waktu yang tepat bagi sang akhwat untuk menikah, sang ikhwan pun akhirnya selesai kuliah dan mendapatkan pekerjaan. Sang akhwat yang ternyata belum bisa melupakan kisah mereka sebelumnya, memberanikan diri mendatangi sang ikhwan, bertanya apakah sang ikhwan sudah siap mewujudkan harapan mereka beberapa tahun silam, sang akhwat meyakinkan sang ikhwan bahwa dirinya siap menerima ikhwan itu apa adanya walau penghasilannya masih pas2an.

Sang ikhwan menyatakan bahwa dirinya belum siap, dan ia masih membutuhkan waktu yang lama karena ia ingin menunggu kakak perempuannya yang belum menikah, sang ikhwan pun menawarkan apakah sang akhwat mau ia kenalkan dengan temannya yang sudah siap menikah. Sang akhwat pun akhirnya menerima keputusan sang ikhwan dengan ikhlas, dan mulai membuka hati untuk orang lain. Karena memang keluarganya sangat berharap ia segera menikah. Walau dalam hatinya sang akhwat sangat sedih, karena sang ikhwan malah mau menjodohkannya dengan temannya, sang akhwat bertanya-tanya apa maksud dari semua itu.

Akhirnya beberapa lama kemudian, sang akhwat menyadari maksud dari kata2 itu, ternyata sang ikhwan bukannya belum siap, tapi memang perasaannya pada sang akhwat sudah berubah. Sang akhwat hanya bisa menangis tergugu ketika mengetahui bahwa sebentar lagi sang ikhwan akan menikah dengan orang lain.

 

Kisah yang ketiga tentang seorang akhwat dan ikhwan yang juga memendam perasaan yang sama. Perasaan yang hanya pernah terungkapkan 1 kali di antara keduanya, hanya 1 kali, itu pun ketika mereka masih duduk di bangku sekolah dasar. Ikhwan kecil dan akhwat kecil ini sama-sama sekolah di sekolah dasar islam, sehingga diajarkan mengenai pergaulan dalam islam. Ternyata ajaran itu melekat kuat dalam memori dan hati mereka. Ketika dengan polosnya sang ikhwan kecil berkata kepada sang akhwat : 

“Aku sebenernya suka sama kamu, kamu baik banget, lembut, tapi aku bingung, dalam islam kan ga boleh pacaran..”

“Iya, aku juga suka sama kamu. Tapi sekarang kita berteman aja yah, kalau kita pacaran, nanti Allah marah sama kita..” jawab sang akhwat

“Iya, kamu bener.. nanti kalau memang jodoh pasti kita ketemu lagi kan ya..” balas sang ikhwan..

“Iya.. insyaAllah..” jawab sang akhwat.

Percakapan polos anak kelas 5 sekolah dasar itu berakhir sampai disitu. Selanjutnya mereka benar2 memegang ucapan mereka, mereka bergaul layaknya seorang teman. Pun ketika sang ikhwan melanjutkan SMP nya di pesantren dan sang akhwat melanjutkan sekolahnya di SMP Negeri, dan keduanya masuk ke SMU Negeri, kisah itu tak pernah terungkap lagi. Bahkan interaksipun tidak ada sama sekali, karena keduanya bersekolah di tempat yang berbeda.

Namun siapa yang menyangka memori masa kecil itu terus melekat kuat dihati keduanya. Hingga masuk ke bangku kuliah, mereka masih memiliki perasaan yang sama, harapan yang sama. Tanpa interaksi, tanpa bertemu, tanpa komunikasi selama bertahun-tahun, ternyata keduanya masih menyimpan kenangan itu dalam hati mereka, dan masih memiliki niat yang kuat untuk mewujudkan cita-cita masa kecil itu. Lucu memang, saya pun terenyuh mendengarnya, kisah yang sungguh langka buat saya.

Namun ternyata rahasia itu lahir secara prematur, sang ikhwan akhirnya mengetahui perasaan sang akhwat yang tdk berubah dari adik sang akhwat yang mendukung sang ikhwan agar segera menikahi kakaknya apabila sang ikhwan masih memiliki perasaan yang sama. Sang ikhwan pun dihadapi oleh 2 pilihan sulit, di satu sisi ia bahagia karena mengetauhi akhwat yang diharapkannya memiliki harapan yang sama, tapi di sisi lain, sang ikhwan merasa belum siap saat itu, karena belum lulus kuliah dan bekerja.

Namun sang ikhwan melakukan suatu kesalahan (menurut saya..), ia mengatakan kepada sang adik, bahwa memang perasaannya ke kakaknya belum berubah, namun ia belum siap menikah, jadi blm bisa menjanjikan apa-apa, ia juga berpesan agar membiarkan semuanya mengalir sesuai takdir Allah kedepannya.

Mendengar jawaban sang ikhwan, tentu sang akhwat juga bahagia bukan kepalang, menyadari bahwa ternyata sang ikhwan juga masih memiliki harapan yang sama. Ia akhirnya berusaha setia untuk menunggu sang ikhwan siap, tanpa memberi tahu apapun pada sang ikhwan.  

Namun ditengah penantiannya, ia dikagetkan oleh surat dari sang ikhwan yang memintanya untuk melupakan sang ikhwan, dan sang ikhwan mengatakan bahwa harapannya terhadap sang akhwat sudah berubah. Kejujuran sang ikhwan memang patut di acungi jempol, memberikan kepastian sehingga sang akhwat tidak terus menanti sesuatu yang tidak pasti.

Tapi caranya sungguh menyayat hati, bagi sang akhwat yang sudah menanti bertahun-tahun lamanya, apalagi di akhir diketahui bahwa alasan sebenarnya adalah karena sang ikhwan terpikat oleh perempuan lain.

 

Kisah yang terakhir, saya baca dari buku mba Asma Nadia, sejujurnya kisah ini yang mengingatkan saya pada 3 kisah  diatas, dan akhirnya membuat saya berfikir, ternyata kisah2 seperti itu bukanlah kisah yang langka, ternyata jatuh cinta itu memang milik siapa saja, dan patah hati pun milik siapa saja. Dulu saya fikir, mana ada akhwat yang menangis karena cinta yang terjadi sebelum pernikahannya, ternyata banyak. Dulu saya fikir, ikhwan itu setia, hanya mengungkapkan perasaannya kepada wanita yang benar-benar akan dinikahinya, ternyata ga semuanya seperti itu, ikhwan dan akhwat juga manusia..

Kisah yang terakhir menceritakan tentang seorang akhwat yang sudah siap menikah, kemudian ia ditawarkan untuk berta’aruf dengan seorang laki-laki yang juga sudah siap menikah, mapan, dan kebetulan juga menanyakan tentang dirinya. Akhirnya bertemulah sang akhwat dengan sang ikhwan, proses ta’aruf pun di mulai.

Pertemuan demi pertemuan pun terjadi. Awalnya mereka bertemu dengan ditemani oleh perantara, hingga akhirnya pertemuan itu berlangsung hanya berdua saja. Sebenarnya sang akhwat merasa tidak enak, namun karena sudah diliputi perasaan cinta, ia membiarkan keinginan sang ikhwan tersebut.

Namun, setelah berkali-kali pertemuan di adakan ditambah sms yang senantiasa datang, sang akhwat merasa kok rasanya ta’aruf ini tidak ada ujungnya. Hingga akhirnya sang akhwat memberanikan diri menetapkan deadline ta’aruf. Namun jawaban ikhwan tersebut sungguh di luar dugaan :

“Biarkan semua berjalan seperti air yang mengalir,ukh..”

Sang akhwat menjadi terbingung-bingung. Apa maksudnya? Kalau tidak ada deadline, mau sampai kapan ta’aruf ini berlangsung? Akhirnya sang akhwat berterus terang pada sang ikhwan :

“Saya takut hati saya menjadi kotor..” dan jawaban sang ikhwan pun kembali mengagetkan sang akhwat..:

“Ya jangan kau kotori hatimu dong..”

Sang akhwat benar-benar bingung, sebenernya ikhwan ini serius atau tidak, namun karena sudah terlanjur cinta, maka sang akhwat pun mengikuti permainan sang ikhwan. Sang akhwat berfikir, bahwa tidak mungkin sang ikhwan tidak serius, dia kan seorang ikhwan, dia juga aktivis dakwah. Dia pasti juga paham bagaimana ta’aruf yang baik.

Karena seminggu berlalu tanpa progress, akhirnya sang akhwat bercerita pada guru ngajinya, dan akhirnya guru ngajinya mau mengontak ikhwan tersebut untuk melanjutkan proses ta’aruf mereka. Namun malamnya, datang sms dari ikhwan tersebut :

“Kamu bilang apa ke guru ngajimu? Semalam dia sms saya. Saya nggak tau harus jawab apa..”

Spontan sang akhwat melongo untuk beberapa menit. “Tidak tahu harus jawab apa? Bagaimana sih dia ini? Sebenernya dia serius atau tidak ingin ta’aruf dengan saya” tanya sang akhwat dalam hati.

Sang akhwat menjadi semakin ragu,hatinya mengatakan ini tidak serius. Seharusnya dari awal ia memang mengakhiri proses ta’aruf tersebut. Namun lagi-lagi cinta membutakan hati sang akhwat. Lagi-lagi ia terperdaya oleh simbol. Bahwa calonnya tersebut adalah seorang ikhwan. Tidak mungkin dia main-main.

Akhirnya sang akhwat bertanya pada teman yang dulu memperkenalkannya kepada ikhwan tersebut, untuk menanyakan baik-baik kepada ikhwan itu sebenernya apa yang dia inginkan..

Lama sms itu tak berbalas. Sementara hubungan dengan ikhwan tersebut masih sama saja. Sms2 dan pertemuan2 yang tetap tak membuahkan keputusan, hanya menambahkan rasa cinta dan berbunga pada hati sang akhwat.

Hingga suatu hari, sang akhwat mendapat sms dari sang ikhwan. Sms yang sangat panjang, namun yang diingat oleh sang akhwat hanya sebaris kalimat :

“Mengingat ketidaksiapan saya menikah, mungkin lebih baik kita bersahabat saja ya ukh..”

Sang ikhwan membeberkan alasan mengapa dia blm siap menikah, tapi nggak ada yang berhasil diingat oleh sang akhwat saking shock nya membaca sms tersebut.

Beberapa pertanyaan muncul di benak sang akhwat :

  1. Kalau dia memang belum siap menikah, kenapa dia menerima tawaran ta’aruf dari teman saya yang juga temannya?
  2. Kalau dia tidak sreg dengan saya, kenapa dia masih meneruskan proses taaruf sampai sebulan lamanya yang membuat perasaan saya semakin dalam padanya?
  3. Kalau dia memang tidak serius dengan saya, kenapa dia mengirimi saya kata2 manis yg membuat harapan saya semakin melambung?
  4. Apa maksud dia dibalik semua itu?

 

Sang akhwat akhirnya bertanya tentang masalah tersebut ke temannya yang juga teman ikhwan itu, ternyata temannya memang tau jawabannya:

“Dia memutuskan ta’aruf itu bukan karena belum siap, tapi karena dia juga sedang ta’aruf dengan akhwat lain..”

 

Betapa kagetnya sang akhwat mendapat kabar tersebut, Sang akhwat merasa sangat marah, harga dirinya terasa diinjak-injak. “Disini saya menyiapkan hati untuknya seorang, tapi disana hatinya bukan hanya untuk saya, melainkan untuk memilih: saya atau akhwat itu..” pikir sang akhwat dalam hati

 

Hati sang akhwat semakin sakit mendengar jawaban sang ikhwan atas pertanyaannya tentang semua kejadian ini :

“Kamu telah salah mengartikan arti ta’aruf yang saya maksudkan..” ucap sang ikhwan.

Sang akhwat hanya bisa memegangi dadanya yang semakin sakit. “Memang apa arti ta’aruf menurut dia? Hanya kenalan saja” tanya sang akhwat dalam hati.

Mungkin kalau sejak awal hubungan mereka hanya teman, tidak akan sesakit ini. Tapi hubungan mereka sekarang adalah untuk ta’aruf, ta’aruf yang bukan hanya berkenalan, tapi ta’aruf sebagai proses menuju pernikahan. Sang akhwat masih teringat jelas perkataan temannya ketika menawarkan ikhwan tersebut kepadanya :

“ Ada yang nanyain kamu lho. Ikhwan. Sudah bekerja, sudah siap nikah. Malah dia sudah pengen banget nikah dan lagi cari istri. Dia mau ta’aruf sama kamu. Kamu mau nggak?

Ta’aruf untuk menikah, itu yang dipahami sang akhwat, entah apa yang sebenernya ada di benak sang ikhwan.

Akhirnya 2 bulan kemudian, sang akhwat mendengar bahwa sang ikhwan akan menikah dengan akhwat lain.    

Sementara sang akhwat hanya bisa menahan sakit karena merasa dilecehkan dan perasaan berdosa karena telah jatuh cinta pada orang yang salah. Sang akhwat hanya berharap bahwa tidak ada lagi ikhwan yang seperti itu. Berapa banyak akhwat yang akan sakit kalau banyak ikhwan yang tercipta seperti itu? Dan ketika para ikhwan itu berkumpul, mereka menertawakan para akhwat yang telah terbodohi.

Dulu sang akhwat selalu berharap, agar diberikan rasa cinta oleh Allah pada ikhwan yang berta’aruf dengannya. Tapi kisah ini benar-benar menjadi pelajaran yang berharga bagi sang akhwat untuk merevisi doanya. Ia berharap hanya akan jatuh cinta pada lelaki yang sudah menjadi suaminya.

Yah, ikhwan juga manusia…

Kisah-kisah di atas adalah kisah2 nyata, yang saya dapat dari buku dan penuturan langsung dari orang2 yang saya kenal. Sungguh miris memang saya mendengar cerita semacam itu. Saya tidak bermaksud membuka aib siapapun disini, karenanya saya tidak menuliskan secara detail dan tidak ada identitas. Saya hanya berharap kisah2 ini bisa menjadi pembelajaran yang berharga untuk kita..

Memang, perasaan cinta itu manusiawi. Bahkan itu adalah salah satu nikmat pemberian Allah. Namun hal tersebut akan menjadi indah bila kita bisa mengelolanya dengan baik. Jangan langsung percaya hanya karena ia ikhwan, tapi pastikan, apakah ia sudah bisa sejantan Ali dalam mengelola perasaannya kepadamu.

Sekali lagi, ikhwan juga manusia, ia juga manusia yang tidak sempurna, yang bisa khilaf. Mereka memiliki sifat sebagaimana laki-laki pada umumnya: MEMILIH.

Ia akan senantiasa menyeleksi wanita siapa yang paling ia ingini, bahkan sampai detik ijab kabul pun ia bisa senantiasa terus menyeleksi dan membandingkan.  

Maka bagi para akhwat yang menunggu, jangan biarkan perasaanmu jatuh pada ikhwan yang salah. Yang hanya bisa terus mengumpulkan akhwat2, tebar pesona, memberi harapan, dan disaat kamu sudah berharap tinggi dan merasa diperhatikan, ada berjuta wanita lain yang mendapat perlakuan yang sama. Hingga akhirnya ia akan memilih mana akhwat yang paling ia senangi diantara semua akhwat tersebut.

Pastikan bahwa ikhwan tersebut memang serius, dan memang berani berjalan di jalur yang serius, yang legal sesuai syariat, dan jangan biarkan benih cinta tersebut tumbuh sebelum ia berhadapan dengan ayahmu, dan mengikrarkan perjanjian suci itu di hadapanmu, keluargamu, teman-temanmu, dan yang paling penting dihadapan Allah dan seluruh penduduk langit. Mitsaqan ghalizaa.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

(Ar Rum:21)

Cinta yang sejati itu hanya timbul ketika sudah menikah, kecenderungan yang hadir sebelum pernikahan, bisa jadi adalah pemberian dari Allah sebagai tanda atau jawaban dari istikharah kita, untuk memantapkan hati kita. Namun bisa juga sebagai godaan dari syaitan. Karena nya perasaan yang hadir sebelum ijab kabul, harus bisa kita kelola dengan baik, agar tidak berkembang melewati batas yang seharusnya.

Kendatipun sudah menikah, perasaan itu pun harus bisa kita kelola sebisa mungkin agar tidak berlebihan karena meskipun sudah menjadi suami, bukan berarti suami kita itu tidak akan membuat kita patah hati.

Selain itu, cintailah pasanganmu karena Allah, dan tidak melebihi kecintaan-Mu kepada Allah. Sehingga apapun yang nantinya akan melukaimu, Allah akan senantiasa menjaga perasaanmu.

“Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, menolak karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya..”

(H.R Abu Dawud)

Mencintai itu manusiawi, terluka dan patah hati itu juga manusiawi.. Tapi yang paling penting, kita harus bisa senantiasa mengelola perasaan itu, dan mengambil hikmah dari semua yang terjadi. Semoga apapun yang terjadi dalam hidup kita, semakin membuat kita dekat dengan-Nya, dan selalu kita niatkan untuk meraih ridho-Nya. Aamiin..

Wallahualam bishowab…

8 Tanggapan to "Ikhwan Juga Manusia.."

sMg Ikhwan yg baca tidak seprti itu.
Aamiin

posting ini penting dibaca utk akhwat. Biar jangan meletakkan harapan setinggi langit untuk hubungan yang belum resmi secara syari’at. ikhwan emang begitu, makanya saya ga suka sama ikhwan 😀

*Dan untuk ikhwan, jangan coba2 memulai hubungan yg tidak bisa kau selesaikan! Jika terlanjur memulai maka putuskan: Nikahi atau sudahi!

ketika masih kecil , kalau ada sesuatu yang anggap itu dosa langsung kita tinggalkan, tapi kalau sudah besar (menjadi ikhwan apalagi) , kita lebih condong mencari cari dalil untuk membenarkan perbuatan dosa(taaruf tanpa ikatan contohnya), dewasakah kita??,

Cerita diatas jg telah mengingatkan saya pd masa lalu, dan saya akui selama ini lelaki yg dkt dg saya adl seorang yg berlabel “ikhwan”. bkn main bhs sms yg dia kirimkan, dan jika bertemu lgsg atau call via tlp sungguh membuat hati siapapun wanita yg mendengarnya akan terenyuh dan luluh. Namun, walau begitu hati saya tdk begitu percaya dg ap yg dia sampaikan, bhkn unt diajak menikah sekalipun, krn saya blm melihat dia unt berani mendatangi ortu saya.. Alhamdulillah, saya lbh bahagia unt sendiri dr pd dkt dg ikhwan tsb yg menurut saya akan bnyk para wanita dan akhwat akan cemburu jika melihat saya dkt dgnya..
Terimakasih krn tlah meng-share kisah2 diatas, dan kisah2 tsb patut dibaca oleh aktivis akhwat krn setau saya mrk mengidamkan lelaki “ikhwan”..

Wow… kisah yang mencerahkan, nice post!

Knapa ceritanya slalu memposisikan akhwat yg harus menerima dan memahami keadaan atau takdir ya?

Tidak semua ikhwan begitu tapi ada baiknya kita memang tidak berharap berlebihan untuk sesuatu yang tidak pasti.

Subhanalloh ceritanya mengiris Qolbu, hikmah yang dalam membuat saya termotivasi, . . 🙂

Tinggalkan komentar

Assalamualaikum wrwb…

Ahlan wa Sahlan ya Akhi, ya ukhti... semoga bisa bermanfaat untuk semuanya^^

demi masa

Januari 2013
S S R K J S M
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031  

Nutrisi Jiwa

Allah tak pernah menjanjikan hari-hari kita berlalu tanpa sakit,berhias tawa tanpa kesedihan,senang tanpa kesulitan.. Tetapi Allah menjanjikan kekuatan kepada kita,untuk dapat melewatnya, selama kita ber-husnuzan kepadaNya..

Status

berusaha sabar dan ikhlas^^..